top of page

Kerja Otak dan Otot untuk Fungsi Tubuh


Otot-otot pada wajah, kepala, leher berkaitan dengan banyak fungsi hidup mulai pembentukan rahang, susunan gigi, kemampuan bicara, ekspresi. Termasuk fungsi penting untuk mengunyah, menelan, hingga kemampuan pendengaran juga dipengaruhi kerja otot-otot pada area ini.

Saraf wajah memencar menjadi beberapa cabang motorik. Ketika saraf mengalami cedera, hal ini dapat mengakibatkan kelumpuhan otot. Pada Bell Palsy misalnya, kendurnya otot orbicularis oris yang menerima suplai saraf dapat menyebabkan air liur tak dapat ditahan mengalir dan kesulitan makan.

Melemahnya otot orbicularis oris dan otot buccinator juga akan menyebabkan makanan cenderung menumpuk di ruang depan mulut selagi mengunyah. Pasalnya, otot-otot inilah yang membentuk fungsi menelan, menghisap, bersiul, mengunyah, pengucapan vokal.

Gangguan Menelan

Pada proses menelan misalnya, terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui dengan melibatkan berbagai saraf dan otot. Dilansir dari situs Yayasan Gastroenterologi Indonesia (ygi.or.id), dr. Kaka Renaldi, SpPD, K-GEH, Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia – RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo menyebutkan tiga tahapan dalam proses menelan makanan, yaitu:

1. Fase oral: tahap pertama makanan masuk ke mulut lalu dikunyah dan dicampur oleh saliva atau air liur

2. Fase faring: tahap kedua di mana makanan didorong ke kerongkongan sementara pita suara akan ditutup untuk mencegah makanan masuk ke paru-paru

3. Fase ketiga makanan melalui kerongkongan masuk ke lambung melalui gerak peristaltic oleh otot di kerongkongan.

Jika terjadi gangguan pada saraf dan otot menelan, dr Kaka menjelaskan, dampaknya adalah terjadinya gangguan koordinasi antar otot sehingga gerakan mengunyah, gerakan lidah dan peristaltik tidak bisa mendorong makanan dengan efektif.

Fungsi sensor makanan pada mulut dalam memulai proses menelan juga bisa terganggu akibat gangguan saraf. Keadaan sulit menelan ini secara medis disebut Disfagia.

Disfagia pada pada bagian mulut dan faring (disfagia orofaring) kebanyakan disebabkan gangguan otot dan saraf. Gangguan saraf bisa terjadi karena sejumlah faktor seperti penyakit saraf (multiple sclerosis, muscular dystrophy, Parkinson, tumor otak), Scleroderma (kondisi penyempitan bagian bawah kerongkongan), Achalasia (kondisi kerongkongan menyempit akibat kerja otot di kerongkongan yang berlebih), infeksi tetanus, polio, dan rabies.

Beberapa hal bisa dilakukan untuk membuat proses menelan lebih mudah dan aman, seperti:

  • Duduk tegak dan membengkokan kepala ke depan saat makan

  • Tetap tegak sampai 15-20 menit setelah makan

  • Tidak berbicara saat makan

  • Makan perlahan

  • Memotong makanan kecil-kecil dan kunyah sampai makanan lumat

  • Membuat konsistensi makanan lebih halus

  • Membantu menelan dengan menelan ludah atau minum air

Sementara pada kondisi berat, misalnya pasien stroke, dengan perawatan dan penanganan yang tepat, kesulitan menelan juga dapat diatasi dengan melatih kemampuan menelan akibat hilangnya fungsi otak sebagian atau keseluruhan.

Hasil riset Poltekkes Kemenkes Kalimantan Timur (Ismansyah, Azhari, Endah Wahyutri, 2008) pada pasien stroke dengan Disfagia di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda menunjukkan ada pengaruh makna latihan mengunyah dan menelan terstruktur dengan kemampuan mengunyah dan menelan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa penanganan yang tepat dapat membantu mencegah komplikasi, mempercepat proses penyembuhan dan meningkatkan kualitas hidup dalam asuhan keperawatan pasien stroke dengan Disfagia. Penelitian ini melibatkan responden pasien stroke dengan Disfagia, 55 persen laki-laki (35 orang) dan 45 persen perempuan (29 orang) dengan tiga kelompok usia: kelompok intervensi usia 54 tahun, kelompok kontrol usia 59 tahun, serta usia termuda 39 tahun dengan usia tertua 83 tahun.

Pentingnya Deteksi Dini

Berbagai permasalahan yang terlihat kasat mata pada wajah atau bagian tubuh lainnya, erat kaitannya dengan fungsi otot dan kerja otak. Kerja tubuh dikendalikan oleh kerja otak. Memahami fungsi otak, apakah bekerja dalam keadaan aman dan nyaman, atau justru mengalami gangguan dapat mengatasi berbagai permasalahan fungsi tubuh ini.

Sama halnya dengan adanya gangguan pada perilaku dan emosi manusia. Sebab munculnya gangguan tersebut dapat ditelusuri dari fungsi kerja otak yang berkaitan dengan regulasi emosi.

Dengan deteksi dini untuk mengenali ada tidaknya gangguan pada fungsi otak dapat membantu menentukan profil fungsi otak, untuk kemudian dilakukan berbagai stimulasi dalam rangka mengembangkan kembali kerja otak agar berfungsi optimal untuk fungsi tubuh. Kontrol dan latihan yang tepat dapat mengatasi berbagai gangguan hingga kerusakan yang dialami area otak, dengan sebelumnya mendapati profil fungsi otak melalui deteksi dini.


Referensi:


Prachi Jain & Manu Rathee, 2021, Anatomy, Head and Neck Orbicularis Oris Muscle


Articulation: Facial Muscles


Prachi Jain & Manu Rathee, 2021, Anatomy, Head and Neck Tooth Eruption


dr. Kaka Renaldi, SpPD, K-GEH

Divisi Gastroenterologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam,

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia – RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo


Ismansyah, 2017, Pengaruh Latihan Mengunyah dan Menelan Terstruktur Terhadap Kemampuan Mengunyah dan Menelan Dalam Konteks Asuhan Keperawatan Pasien Stroke Dengan Disfagia di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda, Husada Mahakam: Jurnal Kesehatan, [S.l.], v. 2, n. 1, p. 34-50, ISSN 2461-0402.


Kommentarer


bottom of page